Sudah berapa lama ya rasanya menghilang dari dunia tulis menulis? Iya, lama. Jadi ceritanya saya baru sampai di Indonesia. Beberapa saat yang lalu sempat merasakan tinggal di beberapa kota tepatnya di negara Iran. Hampir satu bulan disana dan banyak sekali hal yang tiba-tiba terlintas di pikiran saya. Sore ini saya akan bercerita tentang satu pikiran yang sempat jadi bahan kontemplasi disana cukup lama: setiap orang pasti berubah ya.
Pemikiran ini tidak saya lemparkan karena saya menilai orang lain. Saya juga berkaca pada diri saya sendiri, apakah saya berubah? Ternyata jawabannya, iya. Banyak sekali perubahan dari diri saya. Nah, perubahan-perubahan ini terjadi bukan tanpa proses. Kalau dari saya pribadi, perubahan yang saya yakini menuju ke arah lebih baik ini terjadi karena rasa sakit yang terpendam menahun. Maka, ketika saya merasakan sakit, seringkali saya meminta pada Allah untuk terus dikuatkan. Saya tidak pernah meminta untuk tidak diberikan rasa sakit, tapi saya meminta untuk dikuatkan ketika rasa sakit itu menghampiri. Rasa sakit ini saya yakini sebagai ‘obat’ pengingat bahwa kita hanyalah manusia yang lemah, rapuh, dan part terpentingnya adalah… membuat saya tidak berharap berlebihan kepada manusia. Benar kata teman saya, ketika kita tidak berharap, maka matilah mimpi itu. Menurut saya, ekspetasi adalah salah satu bagian yang indah dari sebuah kehidupan. Ekspetasi membuat kita terus semangat, percaya bahwa harapan itu ada. Mungkin yang salah adalah ketika kita berekspetasi secara berlebihan, melebihi ekspetasi kita pada Allah. Nah.
Belakangan ini, saya merasa kecewa oleh banyak hal, terlebih halnya kepada manusia. Kecewa ini tidak lantas membuat hubungan silaturahmi saya rusak/putus begitu saja. Kecewa ini saya transfer menjadi energi positif dan suatu bahan bagi saya untuk belajar bagaimana cara memperlakukan manusia lain dengan sebaik-baiknya. Manusia memang tempatnya salah, begitupun orang-orang yang kita sayangi. Satu hal yang akhirnya saya pahami, mereka pasti berubah. Mereka bukan berulah, tapi mereka berubah. Dari satu pribadi yang kita yakini itu ada pada diri mereka hingga akhirnya menjadi pribadi yang mungkin ternyata sudah benar-benar berbeda dengan apa yang telah kita yakini. Kaget? Iya pasti. Kecewa? Mungkin iya, tapi tidak berlebihan. Lantas bermusuhan? Tidak. Ketika saya kecewa, saya titipkan segala rasa pada Allah dan semesta, biarlah Allah dan semesta yang bekerja. Apa yang terbaik adalah mempercayakan segala rasa sakit pada Allah dan tugas kita adalah tetap berpikir positif dan menjalani hari sebaik-baiknya.
Lantas di akhir, aku percaya bahwa ketika ada pribadi yang kita percayakan dan kita kecewa, itu hanya bagian dari sebuah proses. Proses pendewasaan bagi kami, kita, dan semua. Mungkin benar, tidak selamanya sebuah sosok bisa presisi di waktu dan ruang yang sama. Bisa saja memang, eksistensinya hanya presisi di saat itu saja. Tidak kurang dan tidak lebih. Maka, selagi bisa berbuat sebaik-baiknya, silahkan memberikan yang terbaik. Ketika waktu sosok itu telah usai, kita tidak akan pernah menyesali apapun karena kita telah berbuat yang terbaik untuk siapapun itu.