fiksi: obat yang berbeda-beda

kamu payah, kamu membuat membuat hatiku sesakit ini. kamu benar-benar payah

halo hari minggu, ini aku alya. gadis yang setiap hari mempertanyakan untuk apa aku hidup, untuk apa aku bahagia, kepada siapa aku harus baik hati, dan kenapa aku harus membahagiakan kebahagiaan orang lain. apakah itu penting? oke, sebelum kalian semua ikut berpikir tentang apa yang aku pikirkan, aku ingin cerita sedikit tentang beberapa resep penerimaan yang mungkin cocok juga untuk kalian. jangan heran bila resep ini sering dibilang resep orang tidak waras oleh sebagian orang, tapi bersama resep ini aku menyembuhkan diriku lebih cepat daripada waktu yang relatif itu.

nah, aku akan bercerita secara general saja, tapi semoga kalian mengerti apa yang aku tuliskan. bila kalian tidak mengerti, tanyakan saja langsung padaku lewat manusia yang membantuku menulis cerita ini, karena aku tak hobi menghabiskan waktuku untuk menulis seperti orang itu. jadi begini, setiap orang memiliki caranya sendiri-sendiri untuk bangkit, bangkit dari apapun. entah itu menyembuhkan luka karena ditinggal, kehilangan orang yang disayangi secara mendadak, putus kerja, nilai ujiannya jelek, tidak lulus semester ini karena jarang masuk kelas, dan berbagai kesedihan lain yang kadang disebabkan oleh dirinya sendiri ataupun oleh perbuatan orang lain. aku punya cara yang aneh untuk mengobati luka, luka karena apapun. kadang keanehan ini pun tertangkap oleh diriku sendiri, misalnya aku sering bertanya pada diri sendiri, “kenapa kamu kayak gini sih? kenapa kamu melakukan ini? kan rasanya sakit.”

keanehan itu adalah… aku suka membuka arsip lama, entah bisa dari playlist lagu, foto-foto di gallery yang bahkan sudah aku hapus (lalu aku recover lagi), membaca notes galau yang aku ketik sebelum tidur, hingga melihat fotonya… fotonya yang sudah bersama orang lain. ya aku suka melihatnya sebagai bagian dari hari-hariku. entah terapi macam apa ini, tapi bagiku ini sangat membantu. aku tau ini kebiasaan yang buruk, mengesalkan sekali. setiap hari aku suka sekali membuka arsip-arsip itu dan memakan waktu produktifku bisa sampai satu jam per hari. jadi ya bila ditotal selama satu minggu aku menghabiskan waktu 7 jam hanya untuk ‘menyakiti diriku sendiri’. apa aku merasa itu normal? ya. hal lain yang menurutku tidak wajar adalah, memasang apapun yang menampar kenyataanku di layar handphone/chat ku. bisa quote-quote sok bijak yang jelas-jelas menghakimiku bahwa aku bodoh atau bagian terparahnya adalah tetap memasang sosok itu untuk selalu bisa aku lihat setiap hari. alasannya? ya agar aku terbiasa saja, karena menghindarinya sangat sulit sekali…. malah bisa membuat diriku yang sudah tidak waras ini terus memikirkannya.

setelah berbulan lamanya terapi itu aku lakukan, tidak ada teman-temanku yang marah atau gusar. jawaban mereka sesederhana, “setiap orang punya terapi yang beda-beda. walaupun terapimu agak aneh dan nggak biasa, tapi kami menghargai itu”. ya, itu semua hanya bagian dari sebuah prolog untuk kamu memulai kehidupan yang baru dari kesedihan-kesedihan itu. berada di usia quarter life crisis memang tidak semudah yang dibayangkan. pada usia ini, lingkunganmu tiba-tiba sudah memiliki fase yang berbeda-beda dan aku merasa this is not my year aja.

i: kok kamu malah sering dengerin lagunya deh?
m: soalnya biar semakin menerima kenyataan. silahkan ditempa dengan sakit, biar terbiasa.

itulah caraku yang aneh dan untungnya diterima oleh sebagian circle ku yang baik hati dan pengertian. terlihat menyakitkan ya? seperti tidak bisa lepas dari masa lalu? tergantung persepsi kalian darimana. kalau aku melakukan ini pure karena aku merasa tidak ada pilihan lain selain menempa hatiku dengan kenyataan. daripada aku harus terus-terusan berkata, “oke aku tidak akan apa-apa dengan semua ini” tapi aku tidak tahu kenyataan yang sesungguhnya. aku juga bukan tipikal orang yang suka bermimpi atau berkhayal hingga harus merajut mimpi secara sementara seperti kata float di lagunya sementara. tidak. bagiku semua itu tetap memiliki waktu dan porsinya. jadi hal yang harus kulakukan adalah mencari obat yang paling tepat untukku.

ketika aku bercerita ini, jangan ditelan mentah-mentah karena… setiap orang memiliki obat yang berbeda. maka dari itu, skin care dan obat-obatan di dunia ini beda-beda, ya itu karena kamu sudah tahu sebabnya kan? karena kita berbeda. kita hidup dengan proses yang berbeda, tujuan yang berbeda, lingkungan yang berbeda, karena itu kalian tidak bisa menyamakannya denganku. mungkin bisa jadi gagal tapi bisa juga berhasil. intinya, jangan pernah menyerah mencari ‘obatmu’ untuk sembuh dari sakitmu. karena ketika kamu menyerah, kamu akan semakin terpuruk ditemani waktu dalam jangka yang cukup lama. jangan takut dibilang orang kalau kamu sudah sembuh artinya kamu tidak sungguh-sungguh dengan apa yang kemarin, ingat saja bahwa kita akan selalu hidup sendiri bersama semua keputusan kita. keluarga dan teman hanya support system saja yang membantu meyakinkan semua keputusanmu.

yah, begitulah aku…. coba saja caranya, siapa tahu cocok.

bogor, januari 2018

Advertisement

Sedikit cerita …

Sedikit cerita pendek bagi penggemar blog-walking :)
Hanya menyalurkan sebuah cerita di balik profesi sebagai pengacara (pengangguran banyak acara)

Malang, Desember 2010

    Semuanya begitu menyenangkan. Aku mempunyai sahabat, namanya Manda, di mana aku bisa selalu menumpahkan keluh kesahku, berbagi bahagiaku, meluangkan waktu berhargaku untuknya yang juga berharga. Dia menganggapku begitu spesial, kami selalu bersama, mengisi waktu sela dengan sedikit canda via SMS (bahkan frekuensi SMS-nya melebihi frekuensiku dengan pacarku, yang berada nan jauh di sana, oke, aku menjalani Long Distance Relationship). Untukku, memiliki sahabat seperti dia benar-benar seperti mimpi di siang bolong. Masa SMP-SMA ku dihabiskan dengan pacarku, ya, pacar yang sudah hampir 7 tahun menemaniku. Bagiku bertemu dia adalah hal paling menyenangkan semasa hidupku. Aku memiliki teman perempuan untuk berbagi, layaknya di film-film, dia begitu berharga.
    “Aku kan LDR. Jadi aku ga akan punya waktu buat cowo di sini, pasti waktuku bakal sering habis sama kamu.”
    “Iyalah aku juga! Hahahaha, pokoknya kita bakal gini terus sampe nanti ya.”    
    “Oke-oke.”
    Perkenalan kami berawal dari Twitter. Situs jejaring sosial itu berhasil membuat kami dekat seperti ini hingga suatu hari aku sedang duduk dengan dia dan beberapa teman lainnya membicarakan soal musik, selera musik lebih tepatnya.
    “Kamu tau Click Five, Bel?”
    “Taulaaaah! Malah aku suka banget yang judulnya Jenny sama Mary Jane.”
    “SUMPAH? Ah! Sama dong. Boys Like Girls?” Itu lho, Love Drunk!”
    “Itu juga tau aku. Red Jumpsuit Apparatus? Your Guardian Angel?”
    “GILA. Itu sih enak banget! Akhirnya aku nemu temen yang sealiran musik, hehehe….”
    Simple. Dari situlah kami dekat hingga kami sering dibilang anak kembar karena selalu bersama dan kami mirip. Semuanya. Heboh, cara berpakaian, selera musik, hobi, kebiasaan, hal-hal kecil yang aku lakukan selalu bersama dia. Menunggu jam kuliah, bahkan sekelas dalam semua mata kuliah, makan, menghabiskan waktu di rumah dengan ber-SMS, oke, ini parah, lebih parah daripada orang pacaran, tapi itu semua benar-benar menyenangkan.
    Hal yang membuatku terharu, suatu ketika aku membuka Blog miliknya dan dia membuat page khusus dengan namaku terpampang di sana. Sungguh, aku tidak pernah diperlakukan hingga seperti ini. Sayangnya, aku bukan orang yang bisa mengekpresikan kegembiraanku dengan gamblang, aku ingin menyayangi dia dengan caraku, menyayangi sahabatku dengan caraku. Aku terkesan cuek, hingga kecuekanku ini berbuah pada sebuah kejadian yang merubah segalanya.

    Malang, Februari 2011

    “Bel, kamu kenapa? You look so different belakangan ini, something wrong?”
    “Aku? Aku kenapa? Gapapa kok. Udah jarang ngumpul dan cerita lagi yah?”
    “Yeah, sounds like that. Kamu kenapa? Kalo ada apa-apa cerita lho.”
    Putri bertanya dengan raut yang tidak biasa. Aku memang sudah jarang menghabiskan waktu dengan Manda dan Putri. Ya, dengan Manda pun aku sudah jarang bercerita. Bertegur sapa. Menghabiskan waktu dengannya dengan hal-hal kecil. Semua ini karena aku sendiri.
    Memasuki semester ke-4, aku baru saja pulang dari kampung halamanku, Yogyakarta. Aku, Manda, dan Putri memilih kelas yang sama, semua sama. Ada yang berbeda dan mengganjal. Sepertinya aku kehilangan Manda dan Putri sekaligus. Mereka sering membicarakan hal yang aku tidak mengerti, saat bertiga pun sepertinya Manda asik membicarakan sesuatu yang aku tidak mengerti kepada Putri, namun aku diam, tidak berusaha menyatukan pikiranku dengan mereka. Ya, aku salah. Harusnya aku berusaha mendekatkan pikiranku kepada mereka. Sayangnya, aku sudah memendam terlalu banyak pertanyaan tentang “Sebenarnya kalian membicarakan apa?” dan aku tidak berusaha membahasnya. Kesibukan pun mulai melanda, aku direkrut menjadi panitia suatu acara, tanpa persetujuanku terlebih dahulu, membuat hubunganku dengan Manda dan Putri menjadi lebih buruk lagi.
    Manda semakin dekat dengan Putri dan aku semakin menjauh. Aku dekat dengan rekan sepanitiaku, namanya Edo dan Revan. Mereka laki-laki. Semakin sering aku bersama mereka karena aku sepanitia dengan mereka semakin menjauhkan aku dengan Manda dan Putri hingga suatu hari, Putri berkata padaku.
    “Manda nangis. Dia bilang dia kehilangan kamu. Kamu udah ga pernah cerita lagi sama kita, main sama kita, kamu jauh. Bener-bener jauh sekarang.”
    “Maaf, dari dulu aku engga pernah punya sahabat perempuan dan aku bener-bener bingung harus gimana kalo keadaan udah kaya gini.”
    Sepertinya terdapat salah tangkap dalam percakapan itu, Putri mengira bahwa aku tidak menganggap mereka sebagai sahabatku. Oke ralat, itu dulu, dulu, sekarang aku benar-benar merasa mempunyai sahabat perempuan dan itu mereka.
    “Hubunganmu sama Manda dan Putri terlalu deket makanya kalian jadi kaya gini, saling kehilangan di saat yang satu engga ada,” ucap Edo. “Tapi engga seharusnya mereka nge-judge kamu sibuk dan bisa bilang kamu berubah. Semua orang berubah Bel, cuma gimana kamu dan orang sekelilingmu mau ngerti, itu aja yang penting. Coba omongin dulu sama mereka.”
    Berubah drastis. Aku seolah-olah tidak pernah dikenal. Bahkan Putri tidak mau menatap mataku, memalingkan wajah saat aku memanggil. Manda? Lebih sakit lagi untuk tahu kenyataan bahwa aku harus jauh dengan sahabatku ini. Sahabat perempuanku. Rasanya kehidupan kampusku menjadi lebih berat karena adanya masalah ini. Beberapa teman yang cukup dekat denganku menyadari keanehan ini. Mereka bertanya namun aku hanya menjawab seadanya karena aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan semua ini. Aku benar-benar menyayangi mereka namun kesalahan dari awal untuk tidak mengungkapkan apa yang aku rasakan menjadi pemicu semua ini. Aku pun benar-benar menyayangi Manda.
    Sekarang, setelah lewat satu semester dengan penuh kehampaan karena tidak ada solusi untuk masalah ini, kami berteman lagi, seperti mulai dari 0. Manda pernah berkata padaku bahwa ia cemburu perihal kedekatanku saat ini dengan Edo dan Revan. Andaikan Manda tahu, bahwa ini yang aku rasakan saat awal semester, saat ia dan Putri sering membicarakan hal yang aku tidak tahu. Saat aku dan Putri sedang bersama dan Putri menulis di jejaring sosialnya “Andaikan Manda berada di sini, dia pasti bakal ngerti keadaanku”. Aku sakit hati, keberadaanku di hadapannya benar-benar tidak berarti apa-apa. Padahal aku mengajaknya keluar karena aku tahu ia sedang sedih dan aku ingin menjadi ‘tempat sampah’ baginya, tapi itu tidak berhasil. Sedih dan sakit. Aku tidak mengatakan ini semua, menurutku, karena sudah sering sakit, maka tidak masalah bila kesakitan ini bertambah lebih parah lagi.
    Cerita persahabatanku dengan Manda pun tidak berjalan dengan baik. Terlalu banyak yang dipendam dan tidak diselesaikan. Kami tidak bisa kembali sedekat dulu ditambah sekarang Manda dekat dengan laki-laki, yang kelak akan menjadi pacarnya, dan membuat aku tergeser posisinya sebagai tempat ceritanya. Sekarang Manda lebih sering dan selalu cerita kepada Ridwan. Menceritakan segala sesuatu tentang Ridwan, menceritakan segala masalahku dengannya kepada Ridwan, bukan langsung padaku. Ya, semuanya berubah. Cinta bisa merubah segalanya.
    Ternyata, sesuatu yang dipegang terlalu erat tidak akan baik efeknya. Lebih baik biasa saja. Tapi jujur, aku sangat kehilangan Manda. Sangat. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu tapi itu mustahil. Sekarang aku lebih sering bercerita dengan Revan dan Manda benar-benar sudah jarang cerita apalagi bermain denganku.
    Aku selalu berusaha mendekatkan diri kepada Manda, berusaha menebus kesalahan, namun tidak pernah bisa lagi. Ridwan menjadi orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan Manda sekarang dan aku benar-benar tidak masalah dengan hal itu. Aku hanya berharap nanti mereka akan benar-benar bahagia dan Manda tidak akan lupa dengan apa yang sudah ia lakukan denganku, sahabatnya, entah masih dianggap atau tidak.
    Untuk Manda,
    Maaf. Maaf kalau dulu aku tidak pernah bilang. Maaf ya. Maaf kalau aku yang menjadi dalang dari renggangnya persahabatan kita. Asal kamu tau, aku tidak pernah menginginkan semua menjadi seperti ini. Kedekatanku dengan Revan pun sebenarnya bukan sebab masalah dari semuanya. Masalah datang dari kita yang selalu memendam semuanya. Sama-sama tidak ingin menyakiti tapi imbasnya jatuh pada keadaan. Aku kira waktu akan mengembalikan semuanya, tapi ternyata kedekatanmu dengan Ridwan merubah semuanya. Semuanya. Aku hanya berharap kamu akan jadi dengannya kelak. Kamu benar-benar sahabatku Man, sahabat perempuan kesayanganku. Aku menyayangimu dengan caraku, semoga kamu pun begitu. Dan semoga cerita kita selalu berhikmah untuk kehidupan kita ke depannya, semoga bermanfaat walaupun itu sebentar. I love you my bestfriend, aku bener-bener engga nyangka kalo kita bakal jadi kaya gini……….