Haha! Setelah sekian lama ingin menulis cerita bahagia satu ini, mari kita cerita soal studi eksekursi Rancang Kota ITB 2016 yang alhamdulillah dapat destinasi ke Bangkok! Begitu heboh (mungkin hanya saya) karena saya belum pernah ke Bangkok. Sebelum berangkat, tentu hal yang paling repot dan menyenangkan adalah tahap persiapannya. Sebagai sekretaris, saya berada di garda depan saat menyiapkan dokumen-dokumen terkait proposal dan pendanaan untuk kegiatan yang satu ini. Berkali-kali revisi -untung dibantu Ivan- akhirnya proposal ini bisa selesai tepat pada waktunya. Ceritanya studi eksekursi ini dibantu oleh uang tabungan studio kami dan sponsor dari BJB (terima kasih BJB!). Kita berangkat menggunakan tiket promo dari Airasia (yang pulangnya sempat drama) dengan direct flight. Bertolak dari Bandung pukul 07.30 untuk flight jam 16.00 dan biasalah ya namanya anak-anak, rusuh banget di dalam travel. Kety lupa nanyain saya mau bubur atau enggak, padahal semua squad perempuan dibeliin bubur, kecuali saya. Perjalanan lancar kecuali di tol dalam kota, itu macet banget. Saya sampai berkali-kali nyeletuk, “ini sebenernya orang-orang masuk kantor jam berapa kok jam segini masih ada di jalan?”. Mungkin mereka semua telat.

Welcome to Bangkok! Sekitar jam 19.00 waktu sana kita mendarat di Don Mueang International Airport (DMK). Kesan pertamanya? Kita ketawa gara-gara denger pengumumannya, bahasanya super ajaib yang artinya kita jarang denger dan membuat kita jadi tertawa-tawa saat mendarat. Karena sudah malam, kita langsung bertolak ke hotel menggunakan Uber. Ada yang menjual kartu gsm di pintu keluar, tenang saja, kita bisa langsung online saat tiba di sana (sebenarnya yang paling penting adalah…. butuh itu untuk Uber). Kita dibagi menjadi tiga kelompok, satu kelompok isinya 4 orang dan berarti setiap perjalanan udah gak ribut-ribut lagi yang ini mau naik mobil sama siapa yang itu sama siapa. Karena gps handphone Marisa menclok 500 meter dari aslinya, akhirnya susah juga kalo jadi koordinator uber di kelompok (walaupun kadang-kadang pakai punya Marisa juga), akhirnya posisi ini diserahkan pada 2 teman yang lain. Pengalaman menggunakan Uber di sana? Menyenangkan kok. Tidak terasa sulit sama sekali, kadang yang bikin sulit ketika driver nya tidak bisa Bahasa Inggris, nah itu baru sulit. Pasti pernah kan dalam drama transportasi online kita suka ditanya, “Mbak ditunggu di mana?” nah karena kita suka bingung jelasinnya (karena gak tau daerahnya) jadi suka bingung gitu. Sesekali kita menggunakan Grab karena lebih murah dan ada promo-promo. Jadi saran saya, saat tiba di Bangkok, buat saja dua akun dari Uber dan Grab karena akan berguna sih dan kadang Grab datangnya lebih cepat dari Uber (beberapa kali kejadian, memang Grab selalu lebih cepat dari Uber pas kemarin di sana). Silahkan dipilih.

Day 1
Kita menginap di 3Howw Hostel Sukhumvit 21 dan membooking dari Indonesia via booking.com. Pembayaran kita lakukan di tempat dan awalnya kita mengira tidak ada uang deposit, eh ternyata ada dong. Dan lumayan besar menurut kita depositnya, 500bath (sekitar 300 ribu waktu itu). Kalau tidak mau tinggal deposit, kita boleh tinggal paspor (ya ini kan bahaya banget jalan-jalan gak pake paspor). Akhirnya masing-masing dari kita meninggalkan deposit dan ternyata lucky nya kita jadi inget kalo ternyata pas pulang kita masih pegang uang banyak, horeee… Bahkan waktu pulang ke Indonesia, sisa uang jajannya masih banyak (mungkin karena saya juga gak belanja ya). Lanjutkan! Hari pertama kita mencoba naik BTS atau yang biasa dikenal dengan skytrain dari stasiun terdekat yaitu Asok. Karena perjalanan kita didominasi oleh Uber, akhirnya kita tidak membeli kartu trip tapi beli semacam bentuk koin dari plastik gitu di vending machine. Eh, ternyata di vending machine ribet karena jumlahnya banyak, akhirnya Aco berjalan ke pusat informasi untuk langsung beli banyak.
Kita turun di Hua Lamphong dan melanjutkan perjalanan dengan Uber ke Wat Pho. Karena kami mahasiswa, kami tidak ke Grand Palace karena… tiketnya lumayan mahal. Yasudah, kita ke Wat Pho saja. Wat Pho adalah salah satu kuil yang memiliki daya tarik patung Sleeping Budha. Ketika sampai, cuaca sedikit mendung menuju hujan dan satu kelompok yaitu kelompok Aco tertinggal alias nyasar entah ke mana. Jadi kita sempat menunggu hampir satu jam di dekat loket penjualan tiket dan akhirnya Aco and the gank muncul hehe. Selama menunggu Aco and the gank ini banyak kejadian dan tingkah yang sudah kita lakukan selama di tempat menunggu mau masuk kawasan komplek. Dari yang foto-foto, dubbing suara orang, mencari kipas angin, hingga mainan sama tupai di pinggir jalan. Komplek Wat Pho ini termasuk besar dan memiliki fasilitas untuk tourism yang mumpuni. Kamar mandinya saya acungi jempol karena faktor kenyamanan dan kebersihan yang dijunjung tinggi. Pokoknya area pariwisata yang dirawat dengan sangat baik. Mungkin kami datang termasuk di peak season karena ramai sekali apalagi saat di bagian sleeping Budha (kipas angin menjadi barang mahal).
Sehabis dari Wat Pho, kita melanjutkan perjalanan ke Lak Muang Shrine yang menjadi pusat spiritual dari Kota Bangkok (makanya kan pas di rundown ada keterangan make a wish ya). Dari komplek Wat Pho kita jalan kaki ke Lak Muang Shrine dan itu so hot banget. Beberapa teman sudah mengeluarkan payung untuk melindungi dari panas. Karena saya pegang-pegang kamera, jadi saya memutuskan untuk pakai topi saja. Kadang saya dipayungin, tapi terus kabur karena kepisah saking ramenya wisatawan yang ada di sepanjang jalan menuju Lak Muang Shrine. Oh iya, aktivitas yang kita lakukan di Lak Muang Shrine adalah… ngadem.

Selepas dari Lak Muang Shrine adalah waktunya…. makan!! Oh iya, waktu di rundown kan harusnya hari ini jadwal ke National Museum. Ternyata setiap hari Selasa, National Museum Bangkok itu tutup. Akhirnya jadwal pun ditukar dengan jadwal jalan-jalan yang harusnya ada di hari kedua. Sebelum jalan-jalan lagi, kita makan dulu di restoran yang spesialnya adalah martabak (cari-cari foto tapi enggak ada, hix). Setelah makan siang kita lanjut untuk bertepi di pinggir sungai di taman Santi Chai Prakan Park yang berada tepat di depan tempat makan kita.

Destinasi berikutnya adalah destinasi wisata yang terkenal di Bangkok. Namanya Khao San Road. Di sini kita bisa belanja produk-produk Bangkok yang basisnya PKL, mungkin kaya di tanah abang gitu atau mayestik kalo di Jakarta. Benda-benda yang dijual di sini seperti baju, celana, tas, dan mango sticky rice yang bertebaran di sepanjang jalan ini. Oh iya, waktu ada di jalan ini suka ada yang jual serangga buat dimakan ituloh seperti jangkrik, kalajengking, dkk. Jangan ambil fotonya ya, karena untuk mengambil fotonya kita perlu bayar. Kalo kita ga bayar, ntar abangnya ngomel-ngomel. Penting untuk selalu memperhatikan dimana kita bisa ambil foto atau engga kalo gakmau dimarahin.

Selama di Khao San Road ini, kita mencar-mencar sesuai sama minat apa yang mau dibeli. Lupa waktu itu berkelompok sama siapa, gak sengaja pas masuk-masuk di alley nya Marisa menemukan pembatas buku motif batik gitu warna pink ada gantungan gajah khas thailandnya. Beli itu sekitar 8 bath di toko pernak-pernik dan aksesoris. Senang. Khao San Road jadi pemberhentian terakhir kita hari ini sebelum dilanjutkan dengan makan malam tom yum dan mango sticky rice!!!! (gatau ya, sejak pulang dari Thailand sangat freak sama mango sticky rice). Ya begitulah perjalanan hari pertama ini. Ntar ya, video cuplikan cilik-cilik hari pertamanya belum dibuat. Nanti kalau udah release link nya mau ditambahin di sini. Sampai jumpa di trip Travel Diary: (Ur)Bangkok #2!!
–
tulisan ini dibuat sebagai pelarian ingin menulis yang santai dan tidak baku. mohon maaf bila banyak sekali kata yang tidak baku ya.